Sejarah Desa
Menurut sumber yang ada dan peniggalan-peninggalan yang masih ada seperti nama tempat, makam dan peniggalan lainnya asal usul desa Pesanggrahan tak lepas dari seorang yang bernama Eyang Sura Bendera, berdasarkan cerita ahli waris Eyang Sura Bendera bahwa Eyang Sura Bendera adalah seorang yang berasal dari keturunan Raja Mataram yakni Danang Sutawijaya yang mempunyai anak bernama Hadi Wijaya dan Hadi Wijaya menurunkan Jaya Kusuma, Jaya Kusuma menurunkan Sura Bendera. Tentang sejarah Sura Bendera sampai ke Banyumas bermula ketika beliau menjadi seorang pedagang keliling dan dalam perjalanannya beliau bertemu dengan Adipati Sentot Prawiradirja. Atas perintah Adipati Sentot Prawiradirja beliau menjadi penjaga makam atau juru kunci di makam mbah Kali Bening yang terletak di dusun Kali Bening Desa Dawuhan Banyumas. Pada saat perang Diponegoro tahun 1825-1830, Eyang Sura Bendera dipercaya untuk menggalang kekuatan dengan mengumpulkan para pemuda Banyumas untuk ikut berjuang melawan penjajah Belanda .
Pada saat Perang Diponegoro meletus tahun 1825-1830, Eyang Sura Bendera bersama pemuda lainnya terus bergerilya ke arah selatan yakni wilayah kabupaten Cilacap tepatnya di desa Kroya. Karena terdesak dan merasa keraya-raya (Kroya) dan para prajuritnya bubar dan akhirnya Eyang Sura Bendera mencari tempat perlindungan untuk bersembunyi sekaligus istirahat (mesanggrah).
Bertemulah sebuah tempat yang saat itu masih berbentuk alas (hutan) yang belum bernama. Alas ini berada di sebelah barat desa Karangmangu. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya alas ini oleh Eyang Sura Bendera dibuka dan digunakan untuk tempat tinggal. Eyang Sura Bendera merasa kerasan tinggal di tempat ini maka beliau memberi nama desa ini dengan nama Pesanggrahan yang berarti tempat istirahat.
Setelah beberapa lama Eyang Sura Bendera tinggal di Pesanggrahan anaknya bernama Candra Kesuma dengan mengajak anaknya bernama Candra Dipa mencari Eyang Sura Bendera. Setelah bertemu di Pesanggrahan, Eyang Candra Kusuma tetap tinggal di Pesanggrahan sedangkan cucunya yakni Candra Dipa diperintahkan untuk kembali ke Banyumas menggantikan kedudukan Eyang Sura Bendera sebagai juru kunci di makam mbah Kali Bening.
Bersama dengan anaknya yakni Candra Kesuma dan seorang yang berasal dari desa Pekuncen yaitu Eyang Somawirya, eyang Sura Bendera mengembangkan daerah kearah barat yang pada waktu itu masih berupa alas dan kemudian diberi nama Dukuh. Yang artinya Dusun atau bagian dari desa Pesanggrahan
Setelah menjadi dua Dusun Eyang Sura tinggal di dusun Pesanggrahan dan Eyang Soma tinggal di Dusun Dukuh. Karena kemampuannya masyarakat sangat segan dan menjadikan beliau sebagai pimpinan, dari cerita ini muncul cerita mitos yang menyebutkan bahwa Kepala desa/Lurah yang tidak bertempat tinggal di dusun Pesanggrahan tidak bisa bertahan lama dalam kepemimpinannya.
Eyang Somawirya mempunyai 6 (enam ) orang anak yaitu:
- Bangsa Suta
- Udanangga
- Wangsadikrama
- Soma Karsa
- Somantaka
- Surayasa
Dari keenam orang inilah secara turun temurun menjadi sebuah perkampungan sampai dengan sekarang.
Eyang Sura Bendera memiliki anak bernama Candra Kesuma. Candra Kesuma menurunkan Candra Dipa. Candra Dipa menurunkan Ali Besari. Eyang Ali menurunkan Asanreja Ismail, Asanreja Ismail menurunkan Hadi Suwarno, Hadi Suwarno menurunkan Supriyanto. Berhubung Supriyanto bekerja di luar kota maka yang menggantikan sebagai juru kunci Kali Bening desa Dawuhan Banyumas adiknya bernama Sumarwanto.